Selama Masa Tenang, Media Sosial Dilarang Iklan Kampanye

Media 27 Mar 2019

Hai, MedForians!

Berita terbaru hadir dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait pengawasan peredaran konten iklan kampanye Pemilu mendatang.

Iklan Kampanye

Kominfo dan Bawaslu akan mengawasi peredaran konten iklan kampanye di media sosial selama masa tenang pada tanggal 14 sampai 16 April mendatang. Menurut Kominfo dan Bawaslu, peredaran konten kampanye berbayar di media sosial termasuk hal yang dilarang selama masa tenang.

Dilansir dari Kompas Tekno, Selasa (26/3) Komisioner Bawaslu, Rahmat Bagja, mengatakan larangan ini hanya sebatas pada konten berbayar alias iklan. Sementara, posting yang menjadi bagian dari percakapan para pengguna tetap akan diperbolehkan selama tidak mengandung unsur hoaks.

“Tidak boleh ada kampanye di masa tenang baik dari peserta, pelaksana maupun simpatisan. Iklannya yang dilarang. Kalau percakapan, tidak bisa dilarang karena sudah dilindungi UUD soal kebebasan berbicara,” kata Rahmat dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kominfo, Senin (25/3).

Menurut Rahmat, kebijakan ini sudah disepakati oleh beberapa platform media sosial yang memiliki fitur posting berbayar. Kesepakatan ini dibuat dari hasil diskusi antara Kominfo, Bawaslu, Google, Facebook, Twitter, Line, Bigo, Live Me, serta Kwai Go.

Dirjen Aptika Kementerian Kominfo, Samuel Pangerapan juga menegaskan bahwa jika ada platform yang melanggar aturan ini, maka akan dikenakan sanksi administrasi bahkan hingga penutupan.

“Pengendalian kami langsung ke platform. Posting dalam bentuk ads (iklan), itu yang disepakati untuk dilarang. Kalau ada yang melanggar bisa kena sanksi administrasi, kalau ada pembiaran yang masif, bisa ditutup,” kata Samuel.

Buzzer Politik

Samuel Pangerapan selaku Dirjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menambahkan bahwa regulasi terkait para pengiklan yang menggunakan buzzer pada masa tenang pemilu di media sosial belum bisa diputuskan.

“Tadi sempat saya bahas juga soal buzzer. Sampai saat ini, buzzer masih belum termasuk (yang dilarang), tapi nanti kami akan konsultasi lagi ke KPU. Tadi yang disepakati adalah iklan ke platform, belum ke individual,” lanjutnya.

Menurutnya, membedakan buzzer dengan iklan politik lain memang perlu pertimbangan khusus. Pasalnya, para buzzer ini bukanlah sebuah platform, melainkan akun individu yang memiliki jaringan serta keterbacaan yang besar.

Kominfo beserta lembaga terkait harus berhati-hati agar tidak dianggap membatasi demokrasi masyarakat dalam berpendapat.

“Membedakan buzzer dengan itu harus hati-hati. Kami tidak mau disebut membatasi ruang demokrasi masyarakat untuk berpartisipasi,” kata Sammy.

“Makanya kami hati-hati dan perlu waktu lagi untuk bertemu dengan KPU. Yang kami tadi bahas adalah membatasi semua platform untuk beriklan,” lanjutnya.

Ia juga menambahkan bahwa sifat kepemilikan akun buzzer adalah akun milik masyarakat, bukan milik partai. Sehingga, Kominfo, Bawaslu dan KPU harus menetapkan rumusan yang lebih tegas untuk mengatur regulasi buzzer selama masa tenang pada 14-16 April 2019 nanti.

“Jadi nanti memilihnya bagaimana, itu perlu perumusan lagi, jadi mohon waktu lagi,” tutur Sammy.

“Pokoknya, akun biasa yang hanya bercakap-cakap soal pemilu tidak kami takedown. Kami utamakan dan awasi konten yang berupa iklan. Beda cerita kalau ada posting hoaks, itu sudah beda lagi aturannya,” pungkasnya.

Tag

Andhika Rizky Reihansyah

Broadcasting, Tech and Design Geek