[Review] Game Horor Lokal Our Last Stand Bikin Bulu Kuduk Merinding!

Gaming 2 Mei 2019

Hai, MedForians!

Berita heboh mengguncang Indonesia kembali, Developer Game Indie dengan senjata Unity berbahasa C# merilis sequel game baru yang rencananya akan dirilis untuk ajang BEKRAF GAME PRIME 2019. Saya sempat mencicipi demo game tersebut, dan akhirnya redaksi menuliskan review game ini dari sudut pandang redaksi.

Our Last Stand merupakan game yang menggunakan Unity sebagai mesin untuk menjalankan game ini. Game ini merupakan lanjutan dari Our Last Stand: The Arena dimana seorang Habib Pines harus meloloskan diri dari sekelompok zombie yang siap menerkamnya kapan saja dan dimana saja.

Redaksi mencoba untuk membuat game ini sparring dengan laptop yang biasa digunakan dengan spesifikasi yang lumayan memadai, yakni:

  • Intel Core i7-7700HQ 8 Core @ 2.80GHz~
  • Nvidia GeForce GTX 1050 4GB Video Memory
  • RAM DDR4 8 GB

Main Menu

Main Menu dari Our Last Stand

Main menu dari game apabila pemain cuma terpaku dengan menu, temanya seperti futuristik, tidak ada horornya. Akan tetapi, berbanding terbalik apabila pemain memberikan background yang lumayan seram di belakangnya.

Settingan Game setelah di-Custom.

Sebelum redaksi memainkannya, entah mengapa redaksi berani untuk mengatur semua menjadi rata kanan kecuali untuk anti aliasing. Alasannya karena di Main Menu, terdapat FPS di atas 120 FPS.

Sebelum Main

Karena versi demo, ini cuma memiliki 1 Act aja.

Untuk tampilan level, redaksi tidak perlu berpanjang lebar karena argumen saya kembali lagi seperti di atas tadi ketika menjelaskan main menu. Akan tetapi, redaksi cukup tertawa ketika menjumpai yang namanya Loading Screen.

Siapa coba yang ingin tekan tombol Power….

Sebuah joke yang ringan bisa membuat calon pemain membuat ketegangan menjadi cair dengan joke sederhana ini.

Gameplay

Awalnya jatuh di atas bus?

Untuk gameplay sendiri cukup sederhana. Hanya dengan modal Mouse, WASD, E (untuk ambil item), dan Shift untuk lari, pemain dapat menggerakkan karakter Habib Pines ini. Redaksi tidak mempermasalahkan grafik, masih banyak kok game jaman sekarang dengan pengembangan karakter seperti ini, tak selalu realistik macam NieR:Automata, Devil May Cry, ataupun game AAA yang lain.

Terkejut saja sih, redaksi mengira tidak dapat berinteraksi dengan barang yang penting.

Untuk transisi antar part, redaksi bisa tekankan ada cacat di bagian itu. Untuk bagian Habib Pines turun ke Underground, redaksi menemukan kecacatan sebagai berikut:

  1. Tidak ada animasi ketika pindah part, entah buka terpal atau loading saja. Transisinya seperti game ketika Not Responding. Untuk sebagian orang mungkin ini sangat mengganggu sekali.
  2. Subtitle kadang muncul, kadang tidak muncul, dan kadang muncul tapi delay sesudah karakternya ngomong.

Untuk poin kedua, redaksi menyarankan kepada developer untuk menambahkan Cutscene sebagai transisi antar bagian yang satu dengan agian yang lain. Jadi sambil loading, pemain bisa melihat jalan cerita tersebut.

Pemain bisa saja menggunakan ini sebagai Lifehack untuk menempatkan subtitle agar sinkron, dan juga pemeran dalam game tersebut ketika selesai transisi dapat melakukan Custom Action seperti meronta-ronta kesakitan, jadi tidak statis seperti di demo ini.

Developer bisa saja menerapkan ini di setiap transisi level, sehingga menambah kesan positif, karena pemain bisa melihat realistisnya jalan cerita tersebut.

Untuk pengalaman recording, pengguna OBS siap-siap meronta, karena game ini memiliki output yang jelek walaupun pemain sedang bermain di atas 60 FPS. Jadi, untuk mendokumentasikan permainannya, mau tidak mau redaksi menggunakan GeForce Expreince yang merupakan aplikasi bantu dari Nvidia.

Ketika bermain, redaksi mendapatkan statis 70-90 FPS tanpa drop sekalipun, menandakan bahwa game ini juga dapat dikatakan sebagai level Mid-High dengan kualitas setara game-game MMORPG.

UI/UX Development

Saya terkagum melihat pop up di sebelah karakternya.

Popup tutorial di sebelah playernya sangat futuristik. Tetapi redaksi menyarankan agar popup ini bisa sedikit dianimasikan seperti WATCH_DOGS. Hal ini agar menambah segi futuristik dari game tersebut. Tak lupa untuk toggle objective, redaksi rasa cukup dihilangkan saja, kemudian dipindahkan ke ujung kiri atas, seperti game MMORPG bergaya animasi Jepang.

Kesimpulan

Untuk game dengan kelompok yang kurang dari 10/15 orang, game ini sangat hebat karena dapat dikerjakan oleh kelompok yang kecil. Patut diapresiasi dan ditunggu rilisan versi penuhnya.

Redaksi merasa cacat di game ini hanya di bagian transisi map saja yang cukup mengganggu. Sebagai pengingat, jangan lupa untuk menambah durasi jalan ceritanya untuk menambah nilai adiktif dalam game tersebut.

Untuk itu, redaksi merasa game ini patut ditunggu penuhnya sesuai MedFor Score berikut:

Spesifikasi PenilaianNilaiKeterangan
Main Menu Design3.4Bagus
Past/Before Playing3.1Bagus
UI/UX Development3.6Nyaris Sempurna
Gameplay2.9Nyaris Bagus

Untuk gameplaynya sendiri, redaksi sudah menyiapkan videonya di bawah ini:

Jadi, MedForians juga mau mencoba game ini? Apabila ingin mencobanya, langsung tancap gas aja bro.

Tag

Ikramullah

Tukang review game. Hobi saya sumpah-serapah dengan teknologi baru.