[Opini] Menutup Facebook untuk Mengangkat Platform Lokal, Tepatkah?

Teknologi 29 Okt 2019

Akhir-akhir ini, publik dunia maya Indonesia digegerkan oleh wacana penutupan platform media sosial ternama Facebook.

Dikutip dari Kompas (24/10), wacana ini pertama kali diusulkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Laiskodat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) baru, Johnny Plate melalui pertemuan dengan ribuan kepala desa, camat, dan bupati se-NTT di Gelanggang Olahraga Kota Kupang pada hari Kamis (24/10) yang lalu.

“Saya sudah titip ke Pak Johnny, bahwa Facebook ditutup dan kita akan bikin sendiri. Kalau China bisa, kenapa Indonesia tidak bisa,” ujar Viktor.

Direspon Platform Lokal

Terkait dengan wacana ini, pakar digital ternama Indonesia, Dewa Eka Prayoga meresponnya secara positif.

Melalui akun Facebooknya beliau menulis “Uhuk! Dear Pak Presiden Joko Widodo dan Kementrian Komunikasi dan Informatika RI, kalau memang nanti Facebook mau ditutup, Insya Allah, saya udah siapkan pengganti, Pak.”

“Kita punya aplikasi seperti FB untuk Negara dan dibuat oleh anak bangsa. Namanya KETIX. Siap mengakomodir talent-talent terbaik Indonesia. Demikian Pak laporannya. Ini serius pak,” kutipnya melalui Facebook.

Respon masyarakat pun beragam, ada yang mendukung upaya tersebut karena bertujuan sebagai upaya untuk mengangkat platform lokal. Sementara itu, sebagian lainnya khawatir akan penutupan platform yang sudah sangat melekat dengan mereka tersebut.

Perlukah sampai menghapus Facebook hanya demi itu?

Mengingat sebagian besar platform lokal di Indonesia masih tertinggal dibandingkan platform luar negeri memang sudah seharusnya dilaksanakan upaya untuk mengangkat potensi platform lokal tersebut demi meningkatkan kualitas SDM negeri ini.

Platform lokal memanglah patut diberdayakan agar mampu bersaing di kancah internasional. Tetapi apakah sampai harus menghapus Facebook sebagai salah satu platform yang paling banyak digunakan di Indonesia?

Apalagi jika mengutip dari CBNC Indonesia, jumlah pengguna Facebook di Indonesia mencapai 120 juta orang, terbanyak keempat di dunia? Belum lagi segala aktivitas di Facebook pun juga termasuk beberapa kegiatan-kegiatan penting, seperti informasi, perekonomian, bahkan pemerintahan?

Tentunya penulis sebagai pengguna Facebook sangat menyayangkan jika wacana ini benar-benar direalisasikan di masa depan. Penulis yakin banyak pihak yang akan dirugikan jika hal itu benar-benar terjadi.

Siapkah platform lokal yang baru saja terbentuk menampung seluruh aktivitas para pengguna Facebook yang beragam dan mencapai ratusan juta pengguna tersebut? Sudah tentu untuk mengatasi hal itu platform lokal haruslah memiliki kesiapan yang cukup.

Lagipula, tak perlu sampai menutup platform yang menampung segala aktivitas kehidupan dunia maya masyarakat Indonesia tersebut untuk mengangkat potensi platform lokal, sebagaimana yang terjadi pada Line yang dirilis pada Juni 2011 di Jepang dan KakaoTalk yang dirilis pada Maret 2010 di Korea Selatan.

Kedua platform tersebut mampu bersaing tanpa harus mematikan platform luar negeri di negara mereka, bahkan mereka mampu rilis secara internasional.

Jika melihat peristiwa ini dapat disimpulkan bahwa platform lokal akan mampu bersaing jika mereka punya kualitas yang baik tanpa harus mematikan platform lainnya.

Memunculkan Opini Publik

Tak hanya itu, wacana penutupan Facebook ini pun juga menimbulkan perspektif di lingkungan masyarakat dunia maya, mengingat perkataan yang dilontarkan oleh Gubernur NTT tersebut yang merujuk kepada negara Tiongkok.

Sebagaimana dikutip dari Tribunnews, beliau merujuk kepada pemblokiran platform luar oleh negara tersebut sambil membuat platform media sosial sendiri yakni Weibo.

Sebagaimana yang diketahui sebelumnya, Tiongkok sendiri merupakan salah satu negara dengan tingkat sensor internet paling ketat sedunia. Melalui kebijakan Great Firewall, segala aktivitas masyarakat di dunia maya dikontrol oleh pemerintah.

Hal ini pun yang mendasari pelarangan berbagai platform media sosial internasional di negara tersebut, termasuk Facebook. Tujuannya pun tidak jauh berbeda, selain sebagai upaya kontrol pemerintah di media sosial, hal ini pun juga bertujuan untuk mengangkat potensi platform lokal. Memang jika dilihat dari tujuannya, upaya ini tergolong baik.

Selain sebagai upaya mencegah berita bohong, upaya ini pun juga mampu memperbesar peluang platform lokal untuk mengembangkan aplikasinya. Namun tentunya, pembatasan ini menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dunia maya, khususnya dalam kebebasan berpendapat. Hal inilah yang ditakutkan oleh sebagian netizen di dunia maya.

Intinya, untuk mengangkat potensi platform lokal, kenapa harus merujuk kepada kebijakan pemerintah Tiongkok yang memblokir platform luar tetapi “membatasi kebebasan berpendapat”, sedangkan warganet bisa berkaca kepada pemerintah Jepang dan Korea Selatan yang platform lokalnya berhasil bersaing dengan platform luar? Begitulah perspektif yang berkembang di dunia maya.

Oleh karena itu, menurut penulis tidak perlu sampai menghapuskan platform yang sudah ada untuk mengangkat potensi platform lokal seperti Ketix ini. Platform lokal tetap dapat bersaing dengan platform luar tanpa harus “mengorbankan hal lain”.

Opini ini adalah pendapat pribadi dari penulis dan tidak mewakili pendapat Media Formasi secara keseluruhan

Tag

Wahyu Soetisna

Just a person who loves to write somethings