Pejabat "Otaku" Jepang Usulkan Penghapusan Undang-Undang Sensor Pornografi?

Media 23 Nov 2019

Politikus Jepang yang telah terpilih pada pemilu kemarin, Yamada Taro secara mengejutkan mengusulkan revisi pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jepang tentang sensor pornografi.

Dikutip dari Nicchiban, Jumat (22/11), Pasal 175 tersebut mengatur distribusi dan penjualan materi tidak senonoh dan meliputi segala bentuk interpretasinya, termasuk pornografi. Ketentuan hukum ini dinilai bertentangan dengan pasal 21 tentang kebebasan mengemukakan pendapat.

Kontributor dan Penerjemah Comic Book Legal Defense Fund, Dan Kanemitsu menjelaskan bahwa penyensoran tersebut dimaksudkan untuk mencegah orang-orang yang dituduh tidak senonoh.

“”Selama hampir 10 tahun, standar industri adalah yang mengaburkan mahkota penis (bagian yang menyalurkan dekat ujung,) dan klitoris, dan contoh kontak fisik yang membentuk hubungan seksual (yaitu penyisipan benda ke dalam vagina atau dubur) akan membebaskan penggambaran sebagai cabul. Polisi tampaknya juga memperkuat mantra ini, karena mereka mendorong penyensoran kari (mahkota,) kuri (klitoris), dan setsugou-bu (titik kontak) dan tidak lebih,”

Dan Kanemitsu

Undang-undang ini pun juga dinilai menyebabkan permasalahan lain, seperti siaran Jojo’s Bizzare Adventure yang menyensor adegan Jotaro Kujo yang sedang merokok saat ia berusia 17 tahun, di mana batas minimum usia merokok di Jepang adalah 18 tahun. Sensor dilakukan dengan menggunakan bayangan tebal pada bagian wajahnya.

Pada tahun 2004, CEO Shoubukan bernama Monotori Kishi dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun dan denda sebanyak 1,5 juta Yen oleh Pengadilan Tinggi Tokyo karena menerbitkan manga hentai Misshitsu.

Dia pun sempat mengajukan banding ke Mahkamah Agung Jepang karena menganggap karyanya tidak lebih buruk dibandingkan karya hentai lainnya. Penulis buku tersebut, Yuuji Suwa dan editor yang tidak ingin disebutkan namanya juga dikenai denda sebanyak 500.000 Yen terkait kasus tersebut.

Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, Yamada Taro sendiri merupakan figur pejabat politik yang berhasil mengejutkan banyak orang seantero Jepang. Pasalnya, politikud dari Partai Demokrat Liberal, partai yang sama dengan Perdana Menteri Shinzo Abe ini berhasil memperoleh kursi di Dewan Penasihat Jepang dengan perolehan sebanyak 540.000 suara.

Kampanye politiknya berfokus pada golongan otaku dengan menggunakan platform internet populer seperti LINE, Twitter, YouTube, SNS, dan Nico-nico. Ia juga berkampanye dengan menggunakan mobil vocaloid.

Visi misi utamanya adalah mengedepankan permasalahan kebebasan berekspesi dan privasi komunikasi. Oleh karenanya, tidak mengherankan kenapa dia meminta parlemen untuk merevisi Pasal 175 tersebut.

Tag

Wahyu Soetisna

Just a person who loves to write somethings