Ketua DPR Surati Presiden agar Memberhentikan Ketua Dewas TVRI

Media 12 Okt 2020

Dewan Perwakilan Rakyat RI meminta Presiden Joko Widodo memberhentikan Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI periode 2017-2022 Arief Hidayat Thamrin.

Surat bernomor OW/DPR RI/X/2020 tertanggal 5 Oktober ini ditandatangani oleh Ketua DPR Puan Maharani dan selanjutnya diserahkan kepada Presiden Jokowi.

Senayan pun menanggapi beredarnya surat tersebut kepada publik. Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Dave Laksono membenarkan surat tersebut.

"Iya, hasil putusan rapat internal Komisi I," kata Dave sebagaimana dikutip dari CNNIndonesia.com.

Dikutip dari Kumparan, permintaan pemberhentian ini adalah atas rekomendasi Komisi I DPR pada 1 Oktober lalu, yang dalam rapat internal tersebut menolak surat pembelaan diri Arief sebagai Ketua Dewas TVRI.

Pemberhentian ini adalah buntut polemik yang terjadi di tubuh media pemersatu bangsa ini, mulai dari pemecatan Helmy Yahya, Apni Jaya Putra, Isnan Rahmanto, dan Tumpak Pasaribu, hingga polemik mengenai penayangan Liga Primer Inggris di TVRI yang dinilai menghabiskan anggaran.

Komisi I DPR sebenarnya telah mengeluarkan rekomendasi pemberhentian Ketua Dewas LPP TVRI Arief Hidayat pada 11 Mei 2020 lalu.

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Charles Honoris mengatakan, bahwa Dewas LPP TVRI telah melanggar kesimpulan rapat dengan Komisi I DPR dengan menyerahkan Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRP) tiga direktur TVRI yakni Direktur Program dan Berita Apni Jaya Putra, Direktur Keuangan Isnan Rahmanto, serta Direktur Umum Tumpak Pasaribu. Padahal Dewas LPP TVRI diminta untuk membatalkan SPRP tersebut.

Dalam hal ini, lanjutnya, Dewas LPP TVRI telah melanggar UU MD3 dan melecehkan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.

Dalam polemik pemecatan Helmy sendiri, Komisi I menemukan sebuah kejanggalan. Posisi Dirut sendiri kini dipegang Iman Brotoseno. Lalu apa saja pelanggaran Dewas sebagaimana yang dilaporkan Komite Penyelamat TVRI? Berikut daftarnya.

  1. Ketua Dewas sudah nonaktif per 11 Mei 2020, otomatis saat ini Dewas tidak memiliki keabsahan untuk melakukan tindakan yang strategis.
  2. Seleksi calon Dirut PAW tidak sesuai rekomendasi Komisi I DPR. Karena Komisi l merekomendasikan proses seleksi Dirut PAW dimulai lagi dari awal dengan menyertakan 16 calon yang telah mengikuti seleksi.
  3. Jika poin 1 dan 2 tidak diikuti maka Dewas telah melanggar UU MD3.
  4. Proses ini telah melanggar UU No 5 tahun 2014 tentang ASN. Proses pengisian JPT ASN (jabatan pimpinan tinggi) ASN setingkat direktur utama, pejabat eselon I, harus mengacu pada sistem merit dan menunggu rekomendasi Komisi ASN. Proses seleksi Dirut PAW di TVRI menabrak semua aturan, di antaranya: Ketua pansel PJT eselon I dipimpin oleh pejabat eselon lll.
  5. Proses seleksi Dirut TVRI PAW, di tengah sengketa hukum antara tergugat Dewas TVRI dan penggugat Helmy Yahya.
  6. Melecehkan Komisi I DPR RI yang tengah menangani masalah kisruh TVRI.
  7. Proses seleksi Dirut PAW tidak transparan dan terbuka untuk publik, namun hanya untuk kalangan tertentu saja.

Tag

Andhika Rizky Reihansyah

Di antara dengan Agung Suhendro

Broadcasting, Tech and Design Geek