[REVIEW] Violet Evergarden: The Movie, Sebuah Akhir Bahagia

Pop Kultur 8 Mar 2021

Ini akan jadi review anime yang pasti?...mungkin? (menurut saya sih pasti) akan membuatmu mewek habis. Bukan hanya membuatmu sedih dengan cerita yang dialami tiap karakternya tetapi juga membawa pesan tersendiri tentang hubungan manusia.

Setiap orang pasti ada hal yang ingin mereka sampaikan untuk orang lain, begitu pula cerita yang disajikan di film Violet Evergarden: The Movie di mana setiap klien Violet mempunyai pesan berisi perasaan mereka terhadap orang tercintanya yang harus disampaikan melalui surat.

Violet yang pekerjaannya menulis surat, juga berkelana untuk menemui kliennya terus berusaha memahami perasaan setiap kliennya dan pada akhirnya dia memahami arti dari kata “Aishiteiru” yang pernah diucapkan oleh mayornya Gilbert disaat terakhirnya mereka berpisah.

Cerita film ini dimulai dari masa depan lalu balik ke masa di mana Violet dan pekerjaan menulis surat masih ada, dan hal tersebut menggambarkan betapa lamanya waktu yang sudah berlalu hingga pekerjaan Doll sudah menjadi kuno. Daisy yang merupakan cucu Ann (ingat episode 10?) membaca surat-surat milik neneknya dan tertarik oleh siapa yang menulis surat tersebut yaitu si Violet. Karena ingin mengetahui si penulisnya, Daisy memutuskan untuk pergi berkelana ke Laiden dan menuju CH Postal yang sudah menjadi museum.

Cerita Daisy yang pergi ke pulau tempat tinggalnya Violet & Gilbert menggambarkan Violet yang menjadi legenda Doll, bahkan gambar sosok Violet ada di prangko di pulau itu.

Penceritaannya kompleks tidak hanya fokus terhadap hubungan Gilbert dan Violet tetapi juga cerita para klien Violet yang menarik dan juga sedih. Violet yang ingin mengetahui arti cinta ini berhasil membuat semua orang yang ditemuinya berubah, begitu pun dirinya.

Sosok Violet yang merupakan bekas tentara pun masih tergambar jelas di sini melalui percakapan dengan Mayor dan Jendral, maupun flashback saat Violet masih menjadi tentara dan mendampingi Gilbert saat menjadi Mayornya.

Kita sebagai penonton juga dibuat sedih dengan flashback peperangan, terutama saat Violet membicarakan ke Jenderal tentang orang-orang yang meninggal baik itu tentara, orang tercinta dan anak-anak yang meninggal dalam peperangan. Violet menganggap bahwa kemerdekaan Laiden bukan sepenuhnya karena dia, namun berkat semua orang yang juga ikut berperang.

Yurith

Ya, walaupun Film ini menceritakan romansa hubungan Gilbert & Violet, tetapi Kyoto Animation juga memberi filler-filler cerita lama yang sedih, dan kisah Yurith di film ini membuat saya mengingat sosok ibunya Ann yang meninggal.

Yurith adalah kliennya Violet yang dirawat di rumah sakit berat selama 1 tahun. Yurith ingin membuat surat untuk orang terdekatnya sebelum ia meninggal. Ya, Yurith hanya bisa memendamkan perasaannya dengan sikap tidak acuhnya/cuek terhadap keluarganya dan melarang temannya Ryuka untuk menjenguknya karena ia tidak ingin temannya melihat kondisinya yang sudah memprihatinkan. Violet berhasil mengurak ngurik isi hati yang ingin diungkapkan oleh Yurith melalui surat yang diketik oleh Violet.

Bagi Yurith, Violet adalah orang pertama yang reaksinya berbeda setelah melihat kondisi Yurith yang memperihatinkan. Selama dijenguk oleh keluarganya, ia hanya ditanyai “apakah kamu baik-baik saja” dan mereka hanya memberikan muka yang menyedihkan karena tidak kuat melihat kondisi Yurtih. Hal itu membuat Yurith bosan, serta marah. Saat bertemu Yurith Violet terlihat seperti boneka, lucu, dan seolah-olah tidak peduli dengan kondisinya. Yurith senang berbincang-bincang mengenai isi hatinya ke Violet dan mulai terbuka. Cerita Yurith ini malah mirip seperti versi pendeknya dari film “Kimi no Suizou wo Tabetai”, wkwkwk.

Perasaan mencintai seseorang bukan hanya tentang dua sejoli adam & hawa, begitu pula “cinta” yang digambarkan di film ini. Menurut KBBI arti dari kata “mencintai” adalah “menaruh kasih sayang kepada seseorang”, film ini menggambarkan ikatan emosional setiap manusia seperti kasih saying orang tua & anak, adik & kakak, hubungan pertemanan, dsb.

Gilbert & Violet seperti Romeo & Juliet

Bagi saya hubungan cinta mereka seperti Romeo & Juliet. Mereka dipisahkan bukan karena restu orang tua, tetapi karena jarak dan Gilbert yang tidak mau ditemui. Di film ini kita diajak untuk memahami psikologi tiap karakter, terutama yang saya mention adalah si Gilbert. Saya memahami betul mengapa Gilbert tidak ingin dirinya ditemui oleh Violet. Gilbert ditemukan di sebuah pulau terpencil yang penduduknya sedikit. Di sana ia menjadi seorang guru yang mengajari anak-anak kecil.

Gilbert tidak ingin ditemui Violet karena ia menganggap jika dirinya berada di sisi Violet hanya akan membawa kenangan buruk mengenai perang. Gilbert juga merasa bersalah karena sudah membuat Violet menderita. Dia takut Violet melihat dirinya yang buta dan tangannya yang buntung sebelah. Mungkin baginya, dirinya dibenci oleh Violet.

Setelah dikuatkan hatinya oleh kakaknya dan membaca surat dari Violet, Gilbert dengan sekuat tenaga mengejar Violet yang sudah terlanjur naik kapal untuk pulang. Secara ajaib, Violet menyadari suara teriakan Gilbert yang jauh itu lalu berenang untuk menemuinya. Scene lari-lari ini terkesan dramatis khas film/anime dari Kyoto Animation.

Ending dari anime ini adalah akhirnya Gilbert & Violet tinggal bersama di pulau itu meninggalkan teman-temannya dan Hodgins.

Kyoto Animation berhasil membuat penontonnya termasuk saya ikut menangis karena terlalu mendalami cerita yang dialami tokohnya.

Tag

Rizky Aufa Febrianto

Suka fotografi dan gambar anime, gaming tipis-tipis