Daijing si kucing gembok, Sumber: Kanal YouTube Cinepolis Indonesia

[REVIEW] Suzume no Tojimari, Formula Sama, Tetap Membawa Goosebump Penonton

Review 31 Mar 2023

Seperti yang sudah kita ketahui Makoto Shinkai mampu membuat cerita romance yang membuat penontonnya merinding akan keindahan alam Jepang, kagum terhadap budaya yang ditampilkan dan dengan formula spesial yang sama seperti dua pendahulunya yaitu supranatural dan bencana.

Sebenarnya, penulis sebelum menonton film ini sudah memiliki ekspektasi bahwa formulanya sama dan penyampaian romansanya juga akan membuat boring bagi orang yang sudah menonton Kimi no Nawa dan Tenki no Ko. Tapi entah kenapa film ini tetap membuat penulis berdecak kagum entah karena grafisnya atau dari segi unsur cerita yang sangat Jepang. Dialek daerah para karakternya membawa terlihat film ini kental akan budaya.

Pembukaan

Pembukaan film ini memperlihatkan Suzume kecil yang berada di Ever-After yang sedang mencari ibunya. Dari pembukaannya saja film ini sudah langung menonjolkan unsur supranatural yang indah. Penonton akan dibuat terkesima oleh dunia bak surga di mana tempat orang yang sudah mati tinggal. Suzume sudah ditinggal ibunya karena bencana.

Sebagaimana plot cerita anime lain yang di mana main character-nya siswa/siswi SMA, Suzume no Tojimari menyajikan cerita seorang Joshikuasei atau siswi SMA di tengah indahnya pemandangan prefektur Miyazaki.

Pace Romance

Trailer Suzume no Tojimari

Romansa di film ini tergolong dalam pace cepat tapi tidak terlalu berasa. Awal mula film dimulai ketika penceritaan masih di prefektur tempat Suzume tinggal, ia langsung suka saja dengan Souta yang berpapasan dengannya.

Daya tarik dari Suzume adalah ia tidak terlihat secara langsung menyukai Souta tapi dilihat dari perlakuannya kepada Souta yang menjadi kursi karena Daijin. Walau Souta menjadi kursi dan elemen romance yang disajikan  tidak begitu kental tapi cerita dibawa menjadi menarik karena pertemuan dengan karakter lain yang memiliki cerita dan keunikan tiap beda tempat.

Formula romansanya hampir sama seperti 2 film sebelumnya yaitu salah satu karakter utama hilang akibat supranatural atau bencana, lalu pasangannya berusaha tuk mencarinya.

Alur Dan Unsur Budaya Yang Menarik

Seperti yang dikatakan sebelumnya Suzume dan Souta bertemu banyak orang ketika berkelana untuk menutup pintu keluarnya cacing. Dari Miyazaki, Ehime, Kobe, lalu tempat terakhir Tokyo dan datang di kediaman Souta. Terlihat Makoto ingin memperlihatkan keunikan tiap daerah di Jepang. Apalagi tiap karakter yang ditemui selama berkelana mempunyai dialek khas masing-masing daerah.

Unsur supranatural dari mitologi yang dimasukkan ke masa modern saat ini, membuat cerita dalam film ini kian menarik. Souta menjadi orang yang bertugas untuk menutup pintu cacing tersebut daan sudah diwariskan dari pendahulunya secara turun-temurun. Latar belakang Souta tersebut membuat unsur budaya Jepang zaman kuno semakin kental.

Film Yang Mengingatkan Bahwa Jepang Adalah Negara Yang Rawan Bencana

Trailer Suzume no Tojimari

Jepang adalah negara yang rawan bencana gempa karena berada dalam cincin api pasifik. Dilansir dari Tempo.co, di Jepang dalam setahun terdapat 5000 aktivitas gempa bumi. Gempa terbeser yang terjadi di Jepang ada di wilayah Kanto pada 1  September 1923 yang  menyebabkan nyawa melayang sebanyak 140.000 jiwa.

Karena banyaknya bencana yang terjadi di sana, Jepang pernah peringati 12 tahun sejak tragedi gempa dan tsunami 2011 untuk mendoakan korban yang telah meninggal. Dari film ini Makoto Shinkai ingin membawa penonton merasakan atau setidaknya berempati terhadap Jepang yang sering dilanda bencana. Hal tersebut ditambah menjadi dramatis ketika tempat cincin keluar adalah tempat yang terbengkalai, mengingat Jepang juga banyak sekali tempat terbengkalai akibat bencana ataupun karena menurunnya jumlah penduduk.

Latar Belakang Karakter Yang Terasa Kurang Penceritaan

Dari semua sisi yang dilihat terasa sekali bahwa film ini kurang sekali background para karakter. Contoh saja yang paling terlihat adalah Suzume yang entah mengapa tanpa sebuah alasan yang jelas bisa melihat Ever-After yang tiba-tiba menjadi bocah ajaib dalam animenya. Apalagi karakter ibu Suzume yang padahal bisa ditampilkan lebih dalam lagi agar bisa menguatkan posisi Suzume yang bisa melihat dunia yang bahkan tidak bisa dilihat Souta.

Anime ini  selain latar belakang karakter yang kurang, ikatan tiap kejadian antara satu sama lain yang bisa dibilang juga kurang nyambung. Seperti yang dikatakan di bagian pembukaan diperlihatkan Suzume yang tiba-tiba saja berada di Ever-After tanpa ada kejelasan cerita dan tiba-tiba bertemu dengan seseorang yang memberikannya kursi. Di bagian akhir diberitahukan bahwa ternyata yang memberi kursinya adalah dirinya sendiri yang sudah dewasa. Entah penulis sebagai penonton dibuat bertanya-tanya, mengapa tiba-tiba di ending Suzume bisa melihat dirinya di masa lalu dan juga mengapa kursi Suzume yang diberikan ibunya bisa ada walaupun Suzume terkena bencana? Film ini malah terasa seperti anime sci-fi tentang time travel di mana time loop Suzume dewasa memberikan kursi ke Suzume kecil. Penonton malah diberi kesempatan untuk mengisi informasi kejadian berikutnya yang akan terjadi ke Suzume kecil.

Kesimpulan

Film ini tetap membawa goosebump walapun formula yang dikasih sama. Memang terdapat kekurangan di dalam film ini tapi penonton akan dibuat enjoy dengan perjalanan Suzume dan Souta untuk menutup pintu keluar cacing. Unsur mitologi dan budaya dalam film ini sangat kental dan dekat dengan negara Jepang.

Unsur romansa dalam film ini tidak begitu kental seperti dua film pendahulunya. Dan justru karena keunikan romansa tersebut yang membuat diferensiasi film ini.

Tag

Rizky Aufa Febrianto

Suka fotografi dan gambar anime, gaming tipis-tipis