[Opini] Jangan Ada Lagi 7 Event Wibu Bertabrakan di Hari yang Sama!
Mukadimah
Event jejepangan adalah salah satu event yang paling ditunggu-tunggu oleh para penggemar budaya populer Jepang di Indonesia. Event ini biasanya menawarkan berbagai macam hiburan dan kegiatan yang berkaitan dengan anime, manga, cosplay, musik, hingga makanan khas Jepang.
Usai "diliburkan" akibat pandemi selama 2-3 tahun, event-event jejepangan ini kembali marak dan meledak. Event-event tersebut digelar di berbagai kota mulai kota besar hingga kecil, diselenggarakan oleh komunitas, mahasiswa, hingga oleh perusahaan properti yang bekerjasama dengan komunitas.
Namun, apakah event jejepangan perlu diadakan terlalu sering? Apakah ada dampak negatif dari terlalu banyaknya event jejepangan yang diselenggarakan dalam periode yang cukup dekat? Jangankan 1 tahun, bahkan di salah satu kota besar di pulau Jawa, bisa terjadi 7 event yang digelar dalam satu hari!
Dalam artikel opini ini, saya akan mencoba menjelaskan alasan mengapa event jejepangan tidak perlu diadakan terlalu sering, bahkan sampai bertabrakan dengan poin-poin utamanya sebagai berikut:
1. Fokus Massa Terpecah
Event jejepangan adalah event yang menghadirkan berbagai macam aspek budaya populer Jepang, mulai dari anime, manga, cosplay, musik, hingga makanan. Event ini tentunya menarik banyak penggemar dari berbagai kalangan dan usia. Namun, jika event jejepangan diadakan terlalu sering, bahkan sampai bertabrakan dengan jadwal event lain yang sejenis, maka fokus massa akan terpecah. Pengunjung akan bingung harus memilih event mana yang lebih sesuai dengan minat dan kantong mereka. Akibatnya, event jejepangan akan kehilangan daya tarik dan eksklusivitasnya, dan jumlah kunjungan akan timpang antara satu event dengan yang lain.
2. Pengunjung dan Cosplayer juga Manusia
Event jejepangan juga menuntut banyak energi dan stamina dari pengunjung dan cosplayer. Pengunjung harus rela antri panjang untuk masuk ke lokasi event, berdesak-desakan di dalam gedung, dan mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang yang dijual di booth-booth. Cosplayer harus mempersiapkan kostum dan aksesoris mereka dengan baik, berdandan sesuai dengan karakter yang ditiru, dan berpose untuk difoto oleh para fotografer. Jika event jejepangan diadakan terlalu sering, maka segi fisik pengunjung dan cosplayer akan terkuras. Mereka akan merasa lelah, bosan, dan kurang semangat untuk mengikuti event-event selanjutnya.
3. Kadang Event Terkesan Seperti Acara Khusus Komunitas dan/atau Dalam Rangka Tertentu
Event jejepangan seharusnya adalah event yang terbuka untuk umum dan dapat dinikmati oleh siapa saja yang tertarik dengan budaya populer Jepang. Namun, kadang event jejepangan terkesan seperti acara khusus komunitas dan/atau dalam rangka tertentu. Misalnya, ada event yang hanya digelar sebagai ajang promosi suatu produk atau layanan, ada event yang hanya berlangsung dalam waktu singkat atau di lokasi terpencil. Hal ini membuat event jejepangan menjadi kurang variatif dan inklusif.
4. Koordinasi pihak EO, Panitia, Komunitas, hingga Sponsor Utama yang Tidak Sinkron Satu Sama Lain
Event jejepangan juga membutuhkan koordinasi yang baik antara pihak EO (event organizer), panitia, komunitas, hingga sponsor utama yang terlibat dalam penyelenggaraan event. Koordinasi ini penting untuk menjamin kualitas dan kesuksesan event. Namun, jika event jejepangan diadakan terlalu sering, maka koordinasi ini akan sulit dilakukan. Pihak-pihak yang terlibat akan kekurangan waktu dan sumber daya untuk merencanakan dan melaksanakan event dengan baik. Akibatnya, event jejepangan akan berpotensi mengalami masalah-masalah seperti keterlambatan jadwal, kekurangan fasilitas, kesalahan teknis, hingga penipuan.
Perlu adanya sebuah organisasi yang bertujuan untuk mengorganisir event supaya dapat digelar secara terjadwal sehingga tidak ada lagi event yang bertabrakan.
5. Konsep Antar Event yang Digelar Tidak Jauh Berbeda
Event jejepangan seharusnya adalah event yang kreatif dan inovatif dalam menyajikan konten-konten budaya populer Jepang. Namun, jika event jejepangan diadakan terlalu sering, maka konsep antar event tidak jauh berbeda. Event-event jejepangan akan cenderung meniru atau mengulang konsep-konsep yang sudah ada sebelumnya tanpa memberikan sentuhan baru atau unik. Hal ini membuat event jejepangan menjadi monoton dan membosankan.
Misalnya saja dalam 1 hari ada 2 event dengan konsep yang sama-sama merupakan kompetisi cosplay, namun digelar oleh pihak yang berbeda dan di tempat yang berbeda pula. Bila tidak ada koordinasi dari kedua pihak penyelenggara, maka fokus pengunjung dan cosplayer akan terpecah, sehingga akan terjadi ketimpangan dari jumlah kunjungan event tersebut.
6. Perlunya Penjadwalan Event dalam Satu Kalender Besar
Oleh karena itu, perlunya penjadwalan event dalam satu kalender besar agar event-event jejepangan tidak saling bertabrakan atau bersaing satu sama lain. Penjadwalan ini dapat dilakukan dengan melibatkan semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan event jejepangan, seperti EO, panitia, komunitas, sponsor utama, hingga pemerintah daerah. Penjadwalan ini juga harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti waktu, tempat, anggaran, target pasar, hingga tema event. Dengan penjadwalan yang baik, event-event jejepangan dapat diselenggarakan secara optimal dan efektif tanpa mengorbankan kualitas dan kepuasan pengunjung dan cosplayer.
Kesimpulan
Dengan 6 pertimbangan di atas, kiranya saya mengharapkan kepada siapa saja, mulai dari EO, komunitas, hingga sponsor maupun pengelola lokasi acara dapat berkoordinasi serta berkolaborasi, agar event-event dapat digelar tanpa terjadi lagi "pecah massa" hingga drama di sosial media.
Menurut kamu, apakah event jejepangan sudah terlalu sering digelar? Yuk bagikan pendapat kamu di kolom komentar.