Gen Z di Dunia Kerja: Fenomena atau Tantangan?
Beberapa bulan terakhir, generasi Gen-Z sering kali menjadi sasaran kritik di dunia maya. Banyak netizen menyoroti berbagai masalah yang melibatkan pekerja Gen-Z, mulai dari yang dianggap terlalu sensitif, cepat resign meski baru bekerja beberapa hari, hingga sering mengeluh dan kurang inisiatif.
Selain itu, Gen-Z juga dikritik sebagai generasi yang paling enggan bekerja keras namun menuntut gaji tinggi. Data menunjukkan lebih dari 9,9 juta Gen-Z menganggur dan tidak bersekolah. Angka ini semakin memperkuat stereotip bahwa mereka adalah generasi yang 'malas'. Namun, di sisi lain, riset dari Deloitte menunjukkan bahwa 49% pekerja Gen-Z mengalami stres hampir setiap hari. Fenomena ini menggambarkan besarnya tekanan yang mereka rasakan di dunia kerja.
Gen-Z: Tantangan atau Salah Paham?
Di media sosial X (dulu Twitter), banyak yang berpendapat bahwa Gen-Z sering menjadi sumber masalah di tempat kerja. Misalnya, user @hrguru menyatakan bahwa pekerja Gen-Z sering kali kurang disiplin dan terlalu banyak tuntutan. Namun, benarkah semua ini?
Faktanya, setiap generasi memiliki pekerja berkualitas dan yang bermasalah. Jadi, isu ini bukan hanya soal Gen-Z saja. Dalam dunia bisnis, semua generasi adalah manusia dengan potensi yang sama.
Pentingnya Budaya Kerja yang Fleksibel
Budaya kerja yang adaptif sangatlah penting. Studi dari Harvard Business Review menunjukkan bahwa perusahaan dengan budaya kerja yang inklusif dan adaptif memiliki produktivitas 21% lebih tinggi. Contohnya, Google dan Netflix berhasil meningkatkan produktivitas karyawan melalui budaya kerja yang fleksibel.
Mengelola Gen-Z dengan Pendekatan Humanis
Kinerja maksimal Gen-Z dapat dicapai dengan pendekatan yang memanusiakan mereka. Mereka adalah manusia biasa yang ingin diapresiasi, diberikan ruang untuk tumbuh, dan mendapatkan kesejahteraan. Jika ingin karyawan produktif, bahagia, loyal, dan tidak mudah resign, solusi utamanya adalah menerapkan formula "Being Human". Formula ini sudah diterapkan di banyak perusahaan besar di dunia dan terbukti efektif.
Formula Being Human di Indonesia
Formula Being Human kini diadaptasi di Indonesia melalui workshop Sekolah HRD Gila. Workshop ini akan dimentori oleh Satia Pradana, seorang pengusaha terkenal dengan ide-ide dan eksekusi yang 'gila'. Satia Pradana telah membantu puluhan ribu pengusaha meningkatkan omzet dan mengelola ratusan ribu karyawan dengan strategi bisnis yang tidak biasa. Sekolah HRD Gila mengemas formula ini dalam program yang tidak biasa namun efektif.
Artikel berikut merupakan rilisan pers dari VRITIMES. Isi tayangan juga dapat dibaca di sini