Tajikistan Blokir Game GTA dan Counter Strike, Apa Alasannya?
Negara Tajikistan telah melarang video game populer GTA dan Counter Strike, dengan alasan dapat menyebabkan orang berniat melakukan berbagai kejahatan.
Dilansir melalui Dexerto dan levelup, berita tersebut diumumkan pada Senin (4/11) oleh Kementerian Dalam Negeri Tajikistan.
Tajikistan telah memberlakukan larangan distribusi video game Counter Strike dan Grand Theft Auto (GTA), dengan alasan kekhawatiran game tersebut mengandung konten kekerasan dan tidak bermoral.
Kementerian dalam negeri mengumumkan bahwa polisi ibu kota, Dushanbe, akan melakukan inspeksi lebih lanjut terhadap berbagai toko permainan komputer yang dicurigai menjual game tersebut.
Menteri tersebut mengatakan bahwa generasi muda dan remaja yang rutin memainkan game ini dapat memberi pengaruh negatif dan melakukan berbagai kejahatan.
Dia juga mendesak para orang tua untuk memantau aktivitas anak-anak mereka dan mencegah memainkan game yang mendorong aksi pembunuhan, pencurian, dan kekerasan.
Melalui Counter Strike, pemain bergabung dengan tim penyelamat atau teroris dalam penembak multiplayer first-person, bekerjasama menyelesaikan misi seperti menjinakkan bom, menyelamatkan sandera, atau melenyapkan tim lain.
Sementara itu, GTA memungkinkan player menjelajahi berbagai kota di dunia secara open-world, menyelesaikan misi, dan terkadang terlibat dalam aktivitas kriminal sebagai bagian dari alur cerita game.
Namun, sangat disayangkan tidak satu pun dari inisiatif pelarangan tersebut didukung pendapat para ahli atau bukti ilmiah yang konkrit.
Faktanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa video game memiliki efek positif, seperti meningkatkan keterampilan kognitif, memperkuat kemampuan pemecahan masalah, dan memupuk kerja sama tim.
Tahun ini, memang terlihat beberapa negara memberlakukan pembatasan video game karena kekhawatiran akan kekerasan, konten eksplisit, dan sensitivitas politik atau budaya.
Pada Agustus 2024, Turki memblokir akses ke platform game populer Roblox, dengan alasan kekhawatiran konten yang memungkinkan mengarah pada eksploitasi anak.
Laporan menunjukkan bahwa ada predator, termasuk pelaku kejahatan seksual yang terdaftar, menggunakan Roblox untuk merawat dan berteman dengan anak-anak.
Selain itu, beberapa developer muda di platform ini telah menyampaikan kekhawatiran tentang eksploitasi finansial.
Larangan tersebut memicu reaksi keras di negara tersebut, dengan banyak anak-anak Turki turun ke jalan sebagai protes dan gerakan online lebih luas muncul dengan tagar #FreeRoblox, yang mendapatkan dukungan dari player di negara lain.
Selain itu, pada Oktober 2024, dikabarkan Kuwait menolak persetujuan perilisan Call of Duty: Black Ops 6, menyebabkan Activision memberikan full refund untuk semua pre-order dari negara tersebut.
Alasan pasti di balik keputusan penolakan tersebut masih belum jelas.