Magpie Public Relations (Foto: Siaran Pers).

Belajar dari Kesalahan Brand Sepanjang 2024: 5 Kesalahan Fatal dalam Strategi Marketing

Umum 14 Jan 2025

Di tengah aura fleksibilitas dan kreativitas yang dibawa elemen Kayu, dunia digital pun tak luput dari perubahan. Namun, seperti ular yang menyembunyikan bisa di balik sisiknya yang indah, panggung digital 2025 menyimpan jebakan-jebakan mematikan bagi para brand. Satu kesalahan fatal bisa membuat reputasi dan kepercayaan konsumen hancur berantakan.

Sebelum masuk ke pembahasan tren komunikasi pada 2025, mari kita bedah lima kesalahan strategi marketing yang menjadi kecelakaan bagi brand-brand ternama sepanjang 2024 silam dan perlu diwaspadai pada 2025:

1. Mengabaikan Riset dan Pemahaman Audiens

Kesalahan pertama yang sering dilakukan adalah mengabaikan riset dan pemahaman mendalam tentang target audiens. Data dari SproutSocial (2023) menunjukkan bahwa 64% konsumen menginginkan brand memahami kebutuhan mereka dan memberikan pengalaman yang personal.

Contoh kasus yang sering terjadi adalah brand menggunakan bahasa atau pendekatan yang tidak relevan dengan target audiens mereka. Misalnya, sebuah brand minuman energi yang mencoba menjangkau generasi Z dengan menggunakan bahasa gaul yang sudah ketinggalan zaman justru dianggap "cringe" dan tidak relevan.

2. Konten yang Tidak Otentik dan "Tone Deaf"

Keaslian dan kepekaan sosial menjadi semakin penting bagi konsumen modern. Survei Edelman Trust Barometer (2024) menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap brand menurun, salah satunya disebabkan oleh persepsi bahwa brand lebih mementingkan profit daripada nilai-nilai sosial.

Contoh kasusnya adalah brand fashion yang mendapat kecaman karena menggunakan gambar model dengan penampilan yang dianggap mempromosikan standar kecantikan yang tidak realistis.

3. Respons yang Lambat dan Tidak Efektif terhadap Krisis

Di era media sosial, krisis dapat menyebar dengan cepat dan luas. Penelitian dari Institute for Crisis Management menunjukkan bahwa perusahaan yang merespons krisis dengan cepat dan transparan memiliki peluang lebih besar untuk memulihkan reputasi mereka. Sayangnya, banyak brand yang gagal dalam hal ini.

Contohnya, sebuah brand makanan yang terlambat merespons keluhan konsumen mengenai produk yang terkontaminasi, mengakibatkan krisis kepercayaan yang berkepanjangan.

4. Influencer Marketing yang Tidak Tepat

Meskipun influencer marketing dapat menjadi strategi yang efektif, pemilihan influencer yang tidak tepat dapat berakibat fatal. Nielsen melaporkan bahwa 92% konsumen lebih percaya pada rekomendasi dari individu yang mereka kenal, termasuk influencer, dibandingkan dengan iklan tradisional.

Namun, sebuah brand kosmetik yang bekerja sama dengan seorang influencer yang ternyata memiliki riwayat pernyataan kontroversial dapat terseret dalam kontroversi tersebut.

5. Greenwashing

Semakin banyak konsumen yang peduli terhadap isu lingkungan, dan brand seringkali memanfaatkan sentimen ini. Survei dari TerraChoice menemukan bahwa 95% produk yang mengklaim "ramah lingkungan" ternyata melakukan greenwashing.

Contohnya, sebuah brand pakaian yang mengklaim menggunakan bahan organik, tetapi kemudian terungkap bahwa hanya sebagian kecil dari produk mereka yang benar-benar terbuat dari bahan organik. Praktik greenwashing ini dapat merusak kepercayaan konsumen dan merugikan brand dalam jangka panjang.

Sumber: Press Release

Tag

Aqila Shafa Arimurti

Pianis, gitaris, bassist, komposer musik gim, fotografer, dan content writer.