Palo Alto Networks Prediksi Lanskap Keamanan Siber Asia Pasifik untuk Tahun 2025 dan Kedepannya
Palo Alto Networks, pemimpin keamanan siber global, merilis prediksi keamanan siber di tahun 2025 untuk kawasan Asia Pasifik. Prediksi ini mencakup lima tren utama yang diperkirakan akan muncul dalam kurun waktu setahun ke depan dan dirancang untuk dalam menghadapi tantangan keamanan siber kedepannya.
Risiko siber yang ditimbulkan oleh teknologi baru seperti Generative AI semakin mengkhawatirkan, dengan laporan terbaru PwC menunjukkan lebih dari 40% petinggi perusahaan mengatakan bahwa mereka tidak memahami risiko tersebut.
Kurangnya awareness dari teknologi Generative AI itulah yang membuatnya sebagai pusat strategi keamanan siber pada tahun 2025 ini. Selain itu, organisasi juga dihimbau untuk mengamankan berbagai model AI yang dikembangkan secara in-house.
Simon Green, President, Asia Pacific and Japan at Palo Alto Networks mengatakan, "Tahun 2025 ini akan menjadi tahun yang berat untuk kawasan Asia Pasifik dengan berbagai ancaman siber berbasis AI yang kian meningkat. Organisasi perlu beralih ke platform yang terintegrasi dan didukung oleh teknologi AI yang transparan dan dapat diandalkan untuk tetap menjadi yang terdepan.
Dengan semakin maraknya serangan deepfake sebagai metode penipuan, perusahaan harus terus berinovasi agar mereka tidak tertinggal oleh pesaing. Kepercayaan menjadi ‘mata uang’ penting di era baru keamanan siber ini." ujarnya.
Pentingnya Transparansi Untuk Pelanggan
Salah satu yang disorot pada era AI yang semakin berkembang ini ialah etika terhadap perlindungan data dan implikasi keamanan siber. Hal tersebut menjadi salah satu upaya untuk membangun kepercayaan pada penggunaan AI dan mendorong inovasi yang berbasis AI agar semakin matang kedepannya.
Transparansi dan komunikasi proaktif mengenai mekanisme model AI–khususnya terkait pengumpulan data, rangkaian data pelatihan, hingga proses pengambilan keputusan–akan sangat penting untuk membangun kepercayaan pelanggan.
Melonjaknya Kepopuleran Deepfake di Asia Pasifik
Deepfake semakin marak digunakan untuk tujuan jahat di wilayah Asia Pasifik seperti menyebarkan misinformasi politik, hingga kerugian finansial seperti yang dialami oleh seorang karyawan di sebuah perusahaan teknik di Hong Kong, yang tertipu untuk mengirimkan jutaan dolar setelah menirukan CFO dan tim eksekutif ketika melakukan meeting melalui aplikasi konferensi video.
Meningkatnya teknologi AI generatif membuat serangan deepfake akan semakin meluas dan kredibel. Teknologi kloning suara yang semakin matang membuatnya menjadi senjata utama para scammer untuk menipu pengguna awam pada 2025 ini.
Pembuatan Platform Data Terpadu Untuk Meningkatkan Integritas Data dan Produk
Peningkatan integritas produk dan rantai pasokan menjadi salah satu fokus pada organisasi di tahun 2025 ini. Dengan melakukan asesmen risiko yang lebih menyeluruh, mereka dapat mempertimbangkan akuntabilitas serta implikasi hukum dari berhentinya layanan bisnis, serta meninjau kembali rencana asuransi.
Penggunaan cloud yang semakin marak juga membuat pelacakan real-time menjadi sebuah keharusan. Organisasi pun dihimbau untuk meningkatkan kinerja infrastruktur dan aplikasi yang terus menerus. Salah satu cara mengurangi kompleksitas tersebut ialah dengan beralih ke satu platform terpadu yang menawarkan peningkatan visibilitas dan kontrol.
Kurangnya talenta siber dinilai mempercepat tren penggunaan platform satu atap ini. Dengan menggunakan platform terpadu, berbagai resource dapat seperti beban kerja cloud hingga repositori kode dapat dioptimalkan. Selain itu, penggunaan platform tersebut akan menciptakan struktur keamanan yang komprehensif dengan dasbor yang lebih sedikit dan membangun pertahanan yang lebih tangguh dan adaptif terhadap ancaman yang terus berkembang.
Keamanan Quantum yang Menjadi Tren
Peningkatan dari sistem komputasi membuat pengadaan proyek seperti komputasi kuantum akan digunakan secara masif hingga menyebar ke lintas wilayah, dengan berbagai instansi pemerintah dan perusahaan modal ventura yang berinvestasi besar-besaran.
Penggunaan komputasi kuantum secara masif tersebut menimbulkan berbagai ancaman, seperti misalnya penggunaan taktik "harvest now, decrypt later", para hacker dapat menargetkan data sensitif yang nantinya akan dipecahkan ketika teknologi kuantum tersebut berkembang.
Hal tersebut tentunya menimbulkan risiko bagi seluruh kalangan, dengan potensi membahayakan komunikasi sipil dan militer hingga mengalahkan protokol keamanan pada sebagian besar transaksi keuangan berbasis internet.
Untuk menangkal ancaman ini secara efektif, organisasi perlu bertindak dan mengadopsi pertahanan quantum-resistant seperti menggunakan standar baru yang dirilis oleh NIST baru-baru ini, yang diharapkan akan membantu mengamankan data dari ancaman kuantum kedepannya.
Untuk mengetahuinya dari para pemimpin global Palo Alto Networks tentang apa yang dinantikan dari AI dan keamanan siber serta membaca lebih lanjut tentang prediksi Palo Alto Networks di tahun 2025, kunjungi di sini.
Sumber : Press Release