Polisi Korea Selatan Tangkap Jaringan Pornografi Deepfake, Total Korban 234 Pria dan Wanita
Kepolisian Metropolitan Seoul berhasil membongkar jaringan kejahatan seksual di platform Telegram yang telah mengeksploitasi lebih dari 234 korban, termasuk 159 anak di bawah umur, sejak tahun 2020 pada hari Kamis (23/01) waktu setempat.
Kasus ini diyakini sebagai salah satu kasus kejahatan seksual digital terbesar yang pernah terjadi di Korea Selatan.
14 Pelaku Ditangkap, Termasuk Kepala Bandar
Unit Investigasi Kejahatan Dunia Maya Badan Kepolisian Metropolitan Seoul telah menangkap 14 anggota jaringan tersebut. Salah satu yang ditangkap adalah pria berusia 33 tahun yang diduga sebagai pemimpin jaringan.
Pria tersebut, yang menggunakan nama samaran "Pendeta", telah ditangkap pada 14 Januari 2025.
"Pemimpin kelompok ini menggunakan nama samaran 'Pendeta' dan telah memimpin jaringan eksploitasi seksual di ratusan ruang obrolan terenkripsi di Telegram sejak Mei 2020," kata Oh Kyu-shik, pejabat Kepolisian Metropolitan Seoul, dalam konferensi pers, yang dilansir dari Straits Times.
Selain 14 pelaku yang telah ditangkap, penyidik juga mengidentifikasi 73 orang lainnya yang terlibat dalam kejahatan ini. Mereka diduga menyediakan konten pornografi palsu menggunakan teknologi deepfake. Sebanyak 40 orang saat ini sedang dalam penyelidikan kriminal, satu orang telah ditangkap, dan sisanya masih dalam pencarian.
159 Korban Pornografi Deepfake Merupakan Remaja, 10 Diantaranya Mengalami Kekerasan Seksual
Dari total 234 korban yang telah teridentifikasi, 159 di antaranya adalah remaja, terdiri dari 57 laki-laki dan 102 perempuan. Polisi mengungkapkan bahwa 10 korban remaja mengalami pemerkosaan, direkam, dan menjadi sasaran berbagai bentuk kekejaman oleh pemimpin jaringan tersebut.
"Tidak seperti kebanyakan kejahatan seksual yang menargetkan kelompok usia atau gender tertentu, jaringan ini menargetkan korban secara acak dari berbagai kelompok," tambah pihak kepolisian.
Modus Operandi: Ancaman dan Eksploitasi
Jaringan yang menyebut diri mereka "The Vigilantes" ini beroperasi dengan hierarki yang ketat. Mereka mendorong anggota untuk mencari promosi dengan menemukan korban baru atau membuat dan mendistribusikan konten eksploitasi seksual.
Taktik mereka melibatkan pengumpulan informasi pribadi korban setelah mendekati mereka di Telegram. Korban kemudian diancam akan menyebarkan informasi tersebut jika tidak menuruti perintah pelaku. Korban juga mengalami gaslighting dan ancaman hukuman eksploitasi seksual.
Kasus pornografi dengan bantuan teknologi ini menjadi salah satu bukti nyata ancaman penyalahgunaan kecerdasan buatan, atau AI (artificial intelligence) oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
Kasus Mirip dengan "Nth Room", Kasus Pelecehan Seksual di Korea Selatan
Kasus ini mengingatkan pada kasus "Nth Room" yang menggemparkan Korea Selatan pada tahun 2020. Dalam kasus tersebut, 73 wanita dieksploitasi secara seksual melalui Telegram. Pelaku utama, Cho Joo-bin, yang menggunakan nama samaran "Dokter", saat ini menjalani hukuman penjara selama 42 tahun.
Dengan dibongkarnya jaringan ini, diharapkan korban dapat mendapatkan keadilan dan kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap kejahatan seksual di dunia maya.