[Fokus] Kisruh Matikan Centang Biru WhatsApp, Tidak Beradab atau Lebay?

Fokus 9 Jan 2022
Ilustrasi percakapan pada aplikasi obrolan WhatsApp (Foto: Swords Today/Liputan6)

Aplikasi WhatsApp telah menjadi salah satu platform obrolan yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Aplikasi dengan warna hijau dan berlogo telepon kabel ini menjadi pilihan pengguna karena kemudahan dan tidak perlu mengeluarkan biaya apapun.

Bagaimana tidak populer, pada masanya aplikasi WhatsApp menawarkan kemudahan untuk mengobrol asalkan sudah menyimpan nomor telepon orang lain.

Kemudian, semenjak Facebook membeli WhatsApp pada tahun 2014 lalu dengan nilai $19 milyar, aplikasi tersebut benar-benar menjadi aplikasi gratis. Hal ini dikarenakan terdapatnya "iuran" tahunan yang harus dibayarkan oleh pengguna apabila ingin tetap menggunakan aplikasi tersebut.

Berdasarkan data dari ThinkImpact, pada tahun 2021 aplikasi WhatsApp memiliki sekitar 2 triliun pengguna aktif. Data ini menunjukkan bahwa aplikasi berlogo hijau ini masih memiliki banyak peminat dan akan terus bertumbuh seiring dengan perkembangan zaman.

Baca juga: Tips Membeli Mobil Matic Bekas Supaya Tidak Zonk

Statistik pengguna aktif WhatsApp dengan data terakhir pada tahun 2021 (ThinkImpact).

Fitur-fitur utama yang ditawarkan WhatsApp saat ini adalah kemampuan untuk chatting di peramban web atau program komputer, melihat last seen, status online, hingga apakah lawan bicara sudah membaca pesan kamu atau tidak.

Apabila pesan kamu sudah dibaca oleh orang lain, maka akan ada indikator dua centang dengan warna biru. Pada dasarnya fitur ini diadakan untuk memberi kejelasan mengenai apakah pesan yang dikirimkan sudah dibaca oleh sang penerima.

Namun, untuk sebagian orang mungkin fitur ini cukup membuat resah atau bahkan dapat membuat cemas. Sehingga, WhatsApp memiliki opsi untuk mematikan fitur centang biru bagi pengguna yang memilih untuk tidak mengetahui apakah pesan mereka sudah dibaca atau belum.

Mematikan fitur tersebut juga membuat pesan yang dikirimkan kepada mereka tidak akan menunjukkan centang biru pada ponsel lawan bicara.

Baca juga: [Review] Sword Art Online Progressive: Aria of a Starless Night, Sebuah Perspektif Yang Berbeda!!

Matikan Centang Biru = Tidak Menghormati Orang Lain?

Pada tanggal 4 Januari 2022, akun base Twitter dengan username @AREAJULID mengunggah suatu postingan hasil submisi yang cukup membuat perdebatan intens.

Pengirim pos tersebut ingin bertanya mengenai suatu foto yang berasal dari akun @Habibiequotes_ tentang fitur centang biru WhatsApp.

"Menon-aktifkan atau menyembunyikan tanda centang biru pada WhatsApp termasuk perilaku tidak memiliki adab, tidak menghargai orang lain, tidak jujur atau berbohong dalam komunikasi," tulis gambar pada pos tersebut.

Pos yang saat berita ini ditulis sudah mendapatkan 1961 retweet, 5006 quote tweet, dan 20,3k likes.

Terdapat beberapa komentar menarik dari netizen seperti dari @FlavorYuta yang menanggap bahwa pernyataan pos tersebut "lebay".

Ada juga yang membalas dengan nada yang lebih santai seperti dengan foto meme atau guyonan lainnya. Ada juga yang membalas etika yang sebenarnya adalah tidak memulai percakapan dengan chat "P".

Namun, hal yang sebenarnya perlu diperhatikan adalah masalah mematikan centang biru yang dianggap tidak menghormati.

Hal yang dapat dianggap aturan tidak tertulis ini tidak dilakukan semua orang. Namun, para netizen secara keseluruhan setuju bahwa masalah mematikan centang biru adalah pilihan masing-masing.

Lagipula, fitur tersebut walau secara konfigurasi bawaan telah menyala, Meta, sebagai perusahaan yang memiliki WhatsApp, memberikan opsi kepada pengguna untuk mematikan fitur tersebut.

Baca juga: Anime Teasing Master Takagi-san Dapatkan Adaptasi Game Smartphone

Apa perasaan kamu saat chat hanya dibaca? (NextPit)

Seperti yang disebutkan pada komentar netizen sebelumnya, masing-masing orang memiliki alasan tersendiri untuk mematikan centang biru. Ada yang ingin tidak ketahuan sudah membaca chat, ada yang tidak ingin menyakiti perasaan orang lain saat chatnya hanya dibaca, dan masih banyak lagi.

Apapyn alasannnya, mereka punya hak untuk mematikan atau menyalakan fitur tersebut, berhubung fitur tersebut juga sudah ada langsung dari WhatsApp.

Etika Mengobrol Pada Media Sosial

Mengobrol di WhatsApp, atau secara lebih luas melalui platform media sosial, juga memiliki etika tersendiri. Bukan berarti dunia maya berarti kebebasan tanpa batas, namun terdapat batasan tertentu agar orang-orang yang terlibat dapat merasa nyaman.

Hal paling paling umum adalah berbicara dengan sopan kepada orang lain. Hal ini terutama berlaku untuk orang yang tidak dikenal, belum kenal jauh, atau kepentingan formal lain yang mengharuskan pihak yang bersangkutan untuk menunjukkan sikap baik layaknya di dunia nyata.

Baca juga: Kolaborasi Singing Cosplayer Hikari dan Nakayama Kinni-kun Siap Cover Lagu "Muscles, Please!"

Jangan kamu menghubungi orang lain sembarangan tanpa ada ucapan salam. Contohnya, hanya chat huruf "P" (seperti fitur PING pada Blackberry Messenger). Setidaknya ucapkan kata seperti "Halo", "Selamat Pagi", atau semacamnya. Jika kamu memiliki hubungan dekat, kamu bisa pakai kata-kata yang lebih gaul, seperti "Oit", "Woee", atau semacamnya.

Salah satu meme tentang keseharian obrolan di WhatsApp (Liputan6).

Sebenarnya, tidak ada aturan baku mengenai etika berinteraksi pada media sosial. Hal yang terpenting adalah pihak yang bersangkutan merasa nyaman dengan kata-kata yang digunakan. Hal ini terutama berlaku untuk orang yang kamu belum kenal secara jauh.

Namun, terdapat pengecualian untuk pernyataan tadi. Apabila kamu mulai melakukan hal seperti ancaman, pembongkaran data pribadi tanpa izin, menyebarkan berita palsu, pencemaran nama baik, dan hal serupa lainnya, maka kamu akan berurusan dengan hukum, yaitu tepatnya dengan UU ITE.

Seperti kasus-kasus yang sudah banyak terjadi di media sosial, salah berbicara dapat berujung pada masuk jeruji, hanya karena kesalahpahaman dan ada pihak yang tidak terima dengan ucapan tersebut.

Jadi, sebaiknya kamu berhati-hati dengan apa yang kamu ucapkan, baik itu pada dunia nyata atau dunia maya. Semuanya sama-sama berinteraksi dengan orang lain, sehingga bukan menjadi alasan untuk mengesampingkan etika berbahasa.

Tag

Yehezkiel Frederik Ruru

Photography, Technology and Videography Enthusiast