[Opini] Ketika Akio Toyoda Menjadi CEO Dambaan Pecinta Otomotif Antusias

Otomotif 7 Feb 2023

Dalam perusahaan, biasanya jajaran direksi memiliki memiliki etika yang "kaku" dan bisa dibilang memiliki prosedural tersendiri dalam hal attitude , baik dalam perusahaan maupun depan publik. Hal itu wajar saja, apalagi jika seorang direksi merupakan CEO atau Chief Executive Officer.

Hal ini tidaklah berbeda di industri manapun, otomotif pun bukanlah pengecualian. Bahkan saking kakunya, rasanya tidak terpikirkan untuk mengasumsi bahwa setiap CEO dari perusahaan otomotif adalah seorang penggemar otomotif antusias. Namun, tidak dengan CEO-nya Toyota - Akio Toyoda.

Akio sendiri bisa dibilang 'beda' dari tipikal CEO pabrikan otomotif lainnya, kecintaannya terhadap dunia motorsport sampai ikut terjun sebagai pembalap serta terlibat secara langsung dalam pengembangan mobil seperti GR Yaris dan GR Supra.

Bahkan ada beberapa orang yang mempertanyakan sikap Toyota terhadap elektrifikasi, tetapi dia tidak pernah mundur dari gagasan bahwa mobil harus mengasyikkan dan antusias bagi setiap orang, entah itu penggemar otomotif antusias maupun bukan.

Masa Akio Toyoda sendiri sebagai CEO Toyota tidak akan lama sebagaimana beliau akan digantikan oleh Koji Sato pada 1 April 2023 mendatang. Namun, sepak terjang beliau selama menjabat sebagai CEO mungkin akan dikenang sebagai bagian dari waktu dimana kita sebagai penggemar otomotif antusias mengapresiasinya melalui beberapa poin bukti berikut ini:

Balapan Dengan Nama Samaran "Morizo"

Akio Toyoda dan Mendiang Hiromu Naruse

Bukan rahasia lagi bahwa Akio Toyoda yang sekarang ini sangatlah dipengaruhi oleh mendiang Hiromu Naruse, kepala test driver Toyota sekaligus sang mentor, serta pendiri dari Gazoo Racing.

Beberapa tahun sebelumnya, Naruse adalah orang kepercayaan terdekat Morizo di Toyota. Mungkin karena seperti Akio, Naruse yang dikenal 'blak-blakan' soal arah perusahaan tidak ambil pusing jika Akio adalah cucu pendiri Toyota. Akio pernah bercerita bahwa Naruse-san mengatakan kepadanya seperti berikut:

"Seseorang di posisimu, yang tidak tahu apa-apa tentang mengemudi, seharusnya tidak berkomentar tentang mobil. Paling tidak yang bisa kamu lakukan adalah belajar cara mengemudi. Kamu harus menyadari bahwa sebagai test driver, kami mempertaruhkan hidup untuk membuat mobil yang lebih baik. Kalau kamu suka, meski hanya sebulan sekali, aku akan mengajarimu cara mengemudi.
Ketika Akio Toyoda menjadi murid Naruse-san, berbekal Supra JZA80 sebagai bahan pembelajaran

Pada saat itulah, Naruse-san menjadi mentornya Akio-san dan membawanya ke Nurbugring Nordschleife, berbekal Toyota Supra JZA80 bekas yang bisa mereka temukan di Jerman sebagai alat latihannya

Pada ajang 24 Hours of Nurburgring musim 2007, Gazoo Racing saat itu bukanlah bagian dari tim satelit Toyota, bahkan Akio-san sendiri tidak mendapatkan "restu" dari dewan direksi Toyota untuk ikut berpartisipasi di ajang balap ketahanan tersebut.

Oleh karena itu, beliau terjun ke kompetisi 24 Hours of Nurburgring dengan nama samaran Morizo Kinoshita, atau lebih dikenal dengan nama "Morizo". Akio Toyoda pun selanjutnya ikut berpartisipasi di ajang serupa pada tahun 2009 dengan Lexus LF-A Prototype. Bahkan beliau ikut terjun kembali di ajang yang sama pada tahun 2019 dengan Toyota GR Supra, tepat peluncuran GR Supra sendiri di awal tahun yang sama.

Dalam suatu wawancara, Akio Toyoda mengatakan bahwa "Morizo" adalah suatu alter-ego yang memungkinkan dia bisa mengekspresikan dirinya sebagai penggemar otomotif dengan leluasa, sesuai dengan apa yang diajarkan mendiang Naruse-san kepadanya.

Dengan Toyota Gazoo Racing menjadi tim balap resmi Toyota, Akio-san pun mendirikan Rookie Racing, tim balap pribadinya yang berfokus sebagai "laboratorium balap". Dengan begini, Rookie Racing dapat membantu staf muda Toyota mendapatkan pengalaman, bereksperimen dengan teknologi baru, sementara Gazoo Racing berfokus untuk memenangkan balapan.

Dominasi Motorsport Bersama Toyota Gazoo Racing

Seperti yang ditulis pada sub-bab sebelumnya, Naruse-san mendirikan tim balap Gazoo Racing bersama Akio-san pada tahun 2007 sebagai "lapangan kerja praktek" sebagai bentuk cara mengenali mobil lebih baik melalui ajang motorsport, terutama balapan ketahanan seperti 24 Hours of Nurburgring.

Berbekal apa yang diajarkan Naruse-san pada beliau dan passion yang dimilikinya, Akio-san pun mendirikan ulang Gazoo Racing dengan nama Toyota Gazoo Racing pada tahun 2015 silam sebagai sub-brand performa sekaligus tim balap Toyota.

Bagaimana sepak terjangnya? Menjuarai 24 Hours of LeMans empat kali berturut-turut sejak 2018, menjuarai World Rally Championship juga empat kali berturut-turut sejak 2018, dan juga memenangkan Rally Dakar tahun 2022 silam.

Tidak hanya itu, Akio-san juga yang memimpin pengembangan GR Yaris, inkarnasi dari Yaris WRC versi jalan raya sebagai kepala test driver, bahkan beliau sampai mengetes semua prototipe dari GR Yaris dan sempat merusakkan salah satu unitnya ketika dites di Hokkaido.

Hasilnya? GR Yaris begitu sukses di pasaran sampai Toyota harus memperpanjang produksinya hingga pertengahan tahun ini karena tingginya permintaan. Selain itu GR Yaris juga menginspirasi lahirnya GR Corolla karena publik benua Amerika bisa dibilang 'iri' dengan kehadiran GR Yaris di Eropa dan Asia.

Baca Juga: Ini Dia Toyota GR Corolla, "GR Yaris" untuk Amerika
Duo GR Yaris dan GR Corolla yang Membuat Para Antusias "Kegirangan"

Ketika Satu Solusi Saja Tidaklah Cukup

Mungkin ini akan menjadi pembahasan yang cukup panjang, but bear with me, karena mungkin inilah yang paling diapresiasi oleh para penggemar otomotif antusias terhadap Akio-san, bukan hanya karena melahirkan mobil yang desirable seperti GR Yaris dan Corolla, namun juga pandangannya terhadap bumi di masa yang akan datang, bagaimana melestarikan apa yang sudah kita punya saat ini.

Kita sudah tahu bahwa kita harus menjaga lingkungan sekitar maupun keberlangsungan bumi untuk generasi yang akan datang, begitu pun dengan cara kita melakukan commute dengan kendaraan kita. Toyota sendiri bahkan sudah selangkah lebih maju dengan Prius Hybrid sejak 1997 yang pada akhirnya diikuti oleh berbagai pabrikan mobil saat ini.

Namun Akio-san yakin bahwa elektrifikasi adalah salah satu jawaban untuk carbon neutrality, dan tidak melulu harus dipersepsikan hanya dengan mobil listrik semata. Sama seperti peribahasa "Banyak jalan menuju Roma", Toyota yakin bahwa pasti ada jalan lain bagaimana menjaga lingkungan demi masa yang akan datang.

Mungkin sikap Toyota terhadap elektrifikasi, terutama EV tidak akan disenangi oleh para fanboy EV seperti Tesla karena seolah-olah seperti mencari cara untuk mempertahankan mobil ICE selama mungkin. Namun faktanya, Toyota tahu bahwa tidak semua pengguna Toyota mau begitu saja mengganti mobilnya dengan EV dengan harapan dapat memenuhi semua kebutuhannya, hanya demi menggembar-gembor elektrifikasi semata.

Selain itu, Toyota percaya bahwa "Road Make Cars" (Jalan Raya Menciptakan Mobil) seperti halnya pakaian terhadap manusia, dengan inti bahwa jika ingin menciptakan mobil yang lebih baik, makan harus mempelajari seperti apa jalan yang selalu dilalui oleh pengguna. Toyota sangat aware akan hal ini sampai mengumpulkan database jalanan di seluruh dunia selama enam tahun melalui program Toyota 5 Continents Drive, bahkan program ini juga sempat mengunjungi Indonesia pada tahun 2019 silam.

Intinya adalah Toyota tidak bisa menyediakan satu solusi untuk semua penggunanya karena demografis pengguna Toyota di seluruh dunia itu terlalu luas dan terlalu beragam untuk 'disamaratakan'. Lihat saja produknya, mulai dari Avanza untuk ASEAN, Aygo untuk Eropa, Tundra-Sequoia untuk Amerika, Kei-Car untuk Jepang, dan masih banyak lagi. Itulah arti sesungguhnya dari filosofi Toyota "Road Make Cars" yang dapat dibuktikan.

Contohnya begini, Avanza mungkin sudah menjadi pilihan nomor satu keluarga Indonesia, dan faktanya pilihan tersebut tidaklah salah dan sudah teruji di jalanan Indonesia sejak 2004. Namun tidak untuk penduduk Amerika yang memiliki karakteristik jalanan yang didominasi jalan tol lurus dan panjang. Begitu pula sebaliknya, Sequoia yang sesuai untuk Amerika pun tidak akan cocok dengan jalanan Indonesia yang cenderung sempit. Hal serupa berlaku pula untuk para petani di Thailand yang selalu mengandalkan Hilux, sebagaimana dengan Land Cruiser 70 yang sudah dipercayai oleh para pekerja di Australia.

Toyota tidak mengatakan bahwa EV itu salah, hanya saja tidak ingin menjadi satu-satunya solusi yang dapat diterima demi meyakinkan orang untuk mengganti mobil lama mereka semata. Oleh karena itu, Toyota sangat intensif dalam pengembangan fuell-cell hydrogen dengan Toyota Mirai sebagai pendamping dengan EV pertama Toyota - bZ4X yang sudah diluncurkan di Indonesia dan Thailand pada bulan Desember 2022 silam, bahkan di Thailand sendiri, bZ4X berhasil terjual sebanyak 1.064 unit hanya dalam waktu 9 jam.

Baca Juga: Toyota Pamerkan AE86 Concept Restomod Hidrogen dan BEV

Bicara soal fuell-cell hydrogen, Toyota Mirai sendiri sudah dijual di Jepang, Amerika, dan Eropa serta sudah dites di berbagai negara, seperti juga di Thailand dengan kolaborasi bersama PTT, perusahaan minyak milik Pemerintah Thailand.

Bersama dengan jajaran hybrid yang semakin terjangkau, Toyota ingin menunjukkan kepada dunia bahwa tiga solusi lebih baik daripada satu.

Tentu Toyota sendiri tidak akan puas hanya dengan tiga solusi saja, makanya Akio-san juga memperkenalkan dua solusi sekaligus - Hydrogen combustion engine dan BBM sintesis. Tipikal Akio-san, daripada membiarkan staf humasnya mengirimkan lebih banyak siaran pers untuk menyampaikan pesannya, Akio-san sendiri yang 'menyampaikannya' secara langsung melalui ajang balap ketahanan Idemitsu 1500 Super Endurance di Buriram Circuit, Thailand.

Foto: Motorsport.com

Pertama kita bahas dulu Hydrogen combustion engine. Berbekal GR Corolla, tim balap Rookie Racing telah memodifikasi mesin G16E-GTS standar agar bisa diadaptasi dengan hidrogen. Apa yang ingin disampaikan Toyota kepada dunia cukup jelas - memberikan solusi untuk pengguna agar dapat memodifikasi mobil yang sudah aja menjadi hidrogen alih-alih bensin. Tentu solusi ini lebih mudah dilakukan daripada harus 'memaksakan' pengguna untuk beralih ke EV, bukan?

Bahkan demi pembuktian lebih, Toyota juga memperkenalkan Corolla Cross H2 Concept, bukti bahwa konsep Hydrogen combustion engine dapat diaplikasikan sebagai mobil harian

Selain itu, ajang balap ketahanan juga dimanfaatkan oleh Toyota untuk menguji hidrogen secara dalam hal suplai, penyimpanan dan solusi transportasinya, serta uji kecepatan pengisian ulang. Seperti halnya mobil biasa, mobil hidrogen untuk perlu didukung dengan infrastruktur memadai seperti stasiun pengisian hidrogen, karena tanpa hal tersebut, mobil hidrogen tidak akan bisa menjadi pilihan layak untuk transportasi.

Ingat dengan tulisan sebelumnya bahwa Toyota membawa dua solusi sekaligus? Iya, Toyota juga membawa GR86 CNF Concept, mobil balap berbasis GR86 yang telah dikonversi menggunakan bahan bakar sintesis.

Toyota GR86 CNF Concept - GR86 dengan bahan bakar sintesis.

Konsep dari bahan bakar sintesis ini cukup sederhana, alih-alih memurnikan minyak mentah untuk membuat bensin, bahan bakar sintesis memanfaatkan hidrogen yang dikombinasikan dengan karbon dioksida – untuk membuat bahan bakar carbon neutral, karena prosesnya sendiri hanya memanfaatkan karbon yang ada untuk diubah lagi menjadi karbon, sehingga tidak ada karbon baru yang terbentuk dari sistem pembakaran.

Dedikasi yang Diapresiasi Penggemar Otomotif Antusias

Dedikasi Akio Toyoda melestarikan mobil sebagai "teman" menjadikannya dicintai oleh berbagai penggemar otomotif

Seperti yang ditulis sebelumnya, mungkin di mata penggemar EV, apa yang dilakukan oleh Akio-san terhadap elektrifikasi dianggap sebagai 'penghambat', namun berbagai kalangan otomotif tahu keyakinan dan tekad dari Akio-san untuk membuat mobil yang lebih baik, untuk membuat mobil yang membawa kebahagiaan dalam hidup kita. Itulah yang patut kita apresiasi.

Toyota bisa saja mengikuti fokus membuat "laptop berjalan" seperti halnya pabrikan mobil lain hanya demi profit semata, ataupun bahwa itulah keyakinan yang dipercayai para purist EV mengenai masa depan yang akan kita tuju. Lagipula, kenapa Toyota harus repot-repot memilih 'jalan' yang tidak dirilik pabrikan lain saat ini (selain BMW)?

Akio-san yakin Toyota bisa saja mengikuti bandwagon elektrifikasi layaknya pabrikan mobil lain, namun bukan itulah yang diinginkan olehnya maupun mendiang Naruse-san. Akio-san dan Naruse-san yakin bahwa membuat mobil yang membawa kesenagan dalam hidup kita saat ini maupun di masa depan adalah misi yang penting dengan berbagai cara yang bisa ditempuh, termasuk melestarikan mobil lawas dengan teknologi terkini.

Toyota membuktikan bahwa mobil lawas tidak harus berakhir menjadi rongsokan, namun dilestarikan dengan teknologi modern

Saya sebagai penulis sendiri tidak yakin dengan pandanganmu, namun sekali lagi, kita sebagai penggemar otomotif mungkin sebaiknya 'berterima kasih' kepada Akio-san, yang bertekad ingin membuat mobil yang lebih baik karena beliau ingin melanjutkan mimpi mendiang gurunya Hiromu Naruse, yang meninggalkan dunia ini terlalu cepat. Di Indonesia, kita mungkin bisa melihat maknanya melalui tagline "Let's Go Beyond".

Line-up Toyota "Carbon Neutrality"

  • Hybrid: Hampir semua model global Toyota
  • BEV: bZ4X, bZ3, Izoa, Lexus UX300e, RZ 450e
  • FCEV: Mirai, Sora bus, Coaster
  • Hydrogen Engine: H2 GR Yaris, H2 GR Corolla, H2 Corolla Cross
  • Bahan Bakar Sintesis: GR86 CNF
  • Transportasi Publik: e-Pallet, i-Road, C+Pod and COMS

Tag

Dio Puja Altha

Seorang penulis yang selalu kebelet menulis melawan tangan saya yang gatel mengetik di keyboard (๑>◡<๑). Writing, Photography, and Subtitling, Just Doing Something Fun for My Own Sake (^^;)